Malang, 02/10/2022 - Tragedi memilukan telah terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang pada (01/10). Tragedi ini dipicu oleh kekalahan Arema FC atas Persebaya Surabaya. Usai wasit meniup peluit panjang, para pemain langsung berlari menuju ruang ganti. Dari kekalahan tersebut mematik emosi beberapa suporter yang kemudian beranjak turun ke lapangan hingga terjadinya kericuhan. Melihat hal tersebut pihak Aparat mengamankan dengan menembakan gas Air Mata, akan tetapi hal tersebut malah menimbulkan kericuan yang semakin parah hingga banyaknya korban jiwa berjatuhan.
Tragedi tersebut menjadi tragedi terbesar dalam sejarah Indonesia di luar dari kondisi perang, bencana kecelakaan transportasi dan wabah. Ini bukan hanya tragedi sepak bola Indonesia, melainkan tragedi bangsa Indonesia. Tidak cukup hanya menghentikan liga untuk sementara atau menghentikan rutinitas sehari bari atau pemberian jeda atas hal yang biasa. Penghentian liga harus dilakukan bersamaan dengan pengusutan secara tuntan, harus secara meluas dan melihat semua aspek yang terlibat baik pihak yang terlibat secara langsung maupun yang tidak terlibat secara langsung.
Pasalnya dalam tragedi tersebut terdapat unsur kesengajaan yang dilakukan oleh aparat keamanan. Dari video yang beredar aparat telah memukul dan menembakkan gas air mata yang asapnya mengarah ke tribun penonton. Asap tersebut disinyalir menjadi penyebab para suporter sesak napas dan berlarian keluar Stadion, akan tetapi pintu Stadion ditutup sehingga semakin menimbulkan kericuhan dan banyaknya korban yang jiwa berjatuhan. Menurut data BPPD [Badan Penanggulangan Bencana daerah] Jatim pada (02/10) pukul 10.30 terdapat 174 korban meninggal dunia.
Dari tragedi tersebut dapat kita lihat adanya miss intlektual yang telah dilakukan oleh aparat yang saat itu sedang bertugas untuk mengamankan. Padahal, penggunaan gas air mata di stadion sepak bola melanggar regulasi Federation International de Football Association (FIFA). Aturan tersebut tertuang dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulation pada Pasal 19 Huruf B. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa gas air mata dan senjata api dilarang keras dibawa masuk ke dalam stadion, apalagi digunakan untuk mengendalikan massa.
Aparat bertugas untuk mengamankan bukan untuk membunuh. Tidak lagi ada celah alasan untuk mengklarifikasi terkait kejadiaan tersebut yang ada pihak yang terlibat dalam penyelenggara pertandingan harus bertanggung jawab untuk kejadian ini. Kejadian tersebut bukan lagi sebagai kejadian kecelakaan, hal tersebut merupakan bencana yang di ciptakan oleh pihak keamanan.
Dalam tragedi tersebut adanya pelanggaran HAM yaitu Perkapolri Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Pedoman pengendalian massa, Perkapolri No.01 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, Perkapolri No.08 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara RI, Perkapolri No.08 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru-hara Perkapolri No.02 Tahun 2019 Tentang Pengendalian Huru-hara.
Maka dengan mempertimbangkan hal tersebut BEM UMM menilai Penanganan yang telah dilakukan oleh aparat tidak sesuai dengan mekanisme kerja yang seharusnya.
BEM UMM Mengajak Kepada seluruh lembaga Yang berada di dalam Universitas Muhammadiyah Malang Untuk mengadakan aksi solidaritas guna meringankan Korban yang ada
Pernyataan sikap dari BEM UMM
1. Mengecam Tindak represif aparat terhadap penanganan suporter dengan tindakan yang berlebihan, terutama dalam Prinsip HAM POLRI
2. Mendesak Propam POLRI & POM TNI untuk segera memeriksa dugaan pelanggaran profesionalisme dan kinerja Anggota TNI-POLRI yang bertugas pada peristiwa tersebut.
3. Mendesak Pemerintah pusat dan daerah untuk bertanggung jawab terhadap korban.
4. Menuntut pemerintah untuk mengusut secara komprehensif dan tuntas atas tragedi ini.