BIOGRAFI SINGKAT MARSINAH
MENOLAK LUPA MARSINAH 10 APRIL 1969-8 MEI 1993
Marsinah adalah seorang buruh pabrik yang bekerja di PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo dan juga aktivis pada Zaman Pemerintahan Orde Baru. Beliau bernama lengkap Marsinah, wanita kelahiran Nganjuk Jawa Timur 10 April 1969. Sejak usianya menginjak 3 tahun, ibu Marsinah meninggal dunia sehingga ia diasuh oleh neneknya yang bernama Pu'irah dan tinggal bersama bibinya yang bernama Sini di Desa Nglundo, Nganjuk, Jawa Timur. Marsinah menempuh pendidikan sekolah dasarnya di SD Karangasem 189 melanjutkan pendidikannya di SMPN 5 Nganjuk dengan mondok di SMA Muhammadiyah Kota Nganjuk. Menginjak dewasa di akhir hidupnya Marsinah sedang bekerja sebagai buruh pabrik di PT. Catur Putra Surya Porong, Sidoarjo dan juga aktivis pada Zaman Pemerintahan Orde Baru. Marsinah diculik dan kemudian ditemukan sudah terbunuh pada tanggal 8 Mei 1993 setelah 3 hari menghilang. Mayatnya ditemukan dengan tanda-tanda bekas penyiksaan berat.
DUGAAN PENYEBAB PEMBUNUHAN MARSINAH
Marsinah adalah seorang bisa disebutkan sebagai pejuang HAM (Hak Asasi Manusia) serta sebagai penggerak buruh di indonesia. Marsinah merupakan salah satu penggerak unjuk rasa di PT. Catur Putra Surya pada Mei 1993. Unjuk rasa ini dalam rangka menuntut agar upah buruh dinaikkan. Pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993, Marsinah dan rekan-rekan buruh lainnya menjadi perwakilan perundingan dengan PT.CPS. Namun mulai tanggal 6 Mei Marsinah menghilang begitu saja dengan misterius. Kemudian ditemukan pada tanggal 8 Mei Marsinah sudah dalam keadaan meninggal di hutan dengan keadaan tergeletak sekujur tubuh penuh luka memar bekas pukulan benda keras dan berlumuran darah di sekujur tubuhnya. Diduga Marsinah Dibunuh karena melakukan unjuk rasa berupa mogok kerja karena mendesak PT CPS menaikkan upah buruh sesuai Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat I, Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992. Selain itu marsinah juga menuntut seperti tuntutan yang ada pada gambar disamping.
KRONOLOGI KEMATIAN MARSINAH
Marsinah bersama rekan-rekannya menggelar aksi mogok pada 3-4 Mei 1993 di pabriknya, menuntut PT CPS menaikkan upah buruh sesuai Surat Edaran Gubernur KDH Tingkat 1, Jawa Timur Nomor 50 Tahun 1992. Selasa (4/5/1993) sore, Kodim Sidoarjo melayangkan surat panggilan terhadap 13 rekan Marsinah agar hadir pada Rabu (5 Mei 1993). Mereka hadir memenuhi panggilan Kodim Sidoarjo. Dalam pertemuan tersebut, 13 rekan Marsinah menyatakan mundur dari PT CPS. Kodim Sidoarjo mengklaim tidak ada paksaan dalam pernyataan mundurnya para buruh itu ARSINA Marsinah yang belum mengetahui hasil pemanggilan 13 rekannya tersebut kemudian berusaha mencari tahu ke Kodim Sidoarjo. Namun, sesampainya di sana penjaga mengatakan 13 rekannya sudah pulang. Tak puas dengan jawaban personel Kodim Sidoarjo, Marsinah kemudian mencari rekannya, dan bertemu dengan 4 rekannya. Berdasarkan keterangan mereka, keempat rekannya diberhentikan karena dianggap sebagai motor unjuk rasa di PT CPS. Marsinah kemudian meminta berkas surat pemanggilan Kodim Sidoarjo sebagai bahan untuk protes keesokan harinya. Seusai bertemu rekannya, ia lantas keluar rumah kontrakannya untuk mencari makanan. Rabu malam, 29 tahun lalu itulah menjadi akhir bagi rekan-rekannya melihat Marsinah. Baru kemudian, pada 8 Mei 1993, jenazah Marsinah ditemukan di gubuk di pinggiran hutan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur. Sejak semula kasus Marsinah juga tak mulus berjalan. Usaha untuk mengusut kasus Marsinah dengan lebih serius baru dimulai dengan pembentukan Tim Terpadu Bakorstanasda Jatim pada September 1993.
KEKEJIAN DALAM PEMBUNUHAN MARSINAH
Hasil visum et repertum menunjukkan adanya luka robek tak teratur sepanjang 3 cm dalam tubuh Marsinah. Luka itu menjalar mulai dari dinding kiri lubang kemaluan (labium minora) sampai ke dalam rongga perut. Di dalam tubuhnya ditemukan serpihan tulang dan tulang panggul bagian depan hancur. Selain itu, selaput dara Marsinah robek. Kandung kencing dan usus bagian bawahnya memar. Rongga perutnya mengalami pendarahan kurang lebih satu liter. Setelah dimakamkan, tubuh Marsinah diotopsi kembali. Visum kedua dilakukan tim dokter dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Menurut hasil visum, tulang panggul bagian depan hancur. Tulang kemaluan kiri patah berkeping-keping. Tulang kemaluan kanan patah. Tulang usus kanan patah sampai terpisah. Tulang selangkangan kanan patah seluruhnya. Labia minora kiri robek dan ada serpihan tulang. Ada luka di bagian dalam alat kelamin sepanjang 3 sentimeter. Juga pendarahan di dalam rongga perut.
Hal itu tercatat dalam penelitian iyut Qurniasari dan 1.G. Krisnadi yang termuat di Jurnal Publika Budaya Universitas Jember berjudul "Konspirasi Politik dalam Kematian Marsinah di Porong Sidoarjo Tahun 1993-1995" Sembilan terdakwa dibebaskan, tapi siapa pembunuh Marsinah hingga kini tak pernah diungkap pengadilan. "Persidangan dimaksudkan untuk mengaburkan militer tanggung jawab atas pembunuhan itu," tulis Amnesty Internasional dalam laporannya, Indonesia: Kekuasaan dan Impunitas: Hak Asasi Manusia di bawah Orde Baru. Trimoelja D Soerjadi, pengacara Marsinah, menuturkan, semua terdakwa secara bengis disiksa dan dianiaya. Intervensi militer itu adalah "Pengalaman yang getir, menyakitkan dan paling mengerikan serta menakutkan," kata Soerjadi saat menerima Yap Thiam Hien Award untuk Marsinah di Jakarta pada 10 Desember 1994.
Di dalam kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat karena terdapat unsur yang memunculkan pelanggaran HAM berat yakni pasal 9 UU No 26 Tahun 2000 unsur kejahatan manusia dan juga mengandung unsur pelanggaran hak asasi manusia. Dasar hukum yang dilanggar pada sila ke-2 yaitu "kemanusiaan yang adil dan beradab". Didalamnya terdapat tindak kejahatan seperti pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, penyiksaan. Dan penganiayaan terhadap seseorang atau kelompok yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin yang telah diakui universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional.
KAMBING HITAM PEMBUNUH MARSINAH DAN PENYIKSAAN
Tanpa surat penangkapan, aparat militer berbaju preman mencokok dua satpam dan tujuh pimpinan PT CPS, Penangkapan itu dibumbui tindakan kekerasan, semua diseret paksa dan kepala Karyono Wongso, Kabag Produksi PT CPS, ditetak aparat militer dengan gagang pistol. Mereka digelandang ke Markas Detasemen Intel (Denintel) Kodam V Brawijaya Wonocolo. Satpam dan pihak manajemen PT CPS itu disekap selama 19 hari di Kodam V Brawijaya. Tak ada satupun keluarga mereka yang tahu. Bambang Wuryantoyo, 30 tahun, yang bekerja di bagian pengawas umum PT CPS, disiksa dan ditelanjangi. Kemaluannya disetrum berulang kali. Saat interogasi, kakinya ditindih kaki meja. Kemaluan dan perutnya disundut rokok. Soeprapto, 23 tahun, satpam PT CPS dipaksa meminum air kencing itu. Kemaluannya digebuk pakai seikat sapu lidi dan disetrum. Mulut Soeprapto disumpal celana untuk meredam jeritannya saat disiksa. Kepalanya ditetak dan ketiaknya disulut rokok. Rekan Soeprapto yang juga berprofesi sebagai satpam, Ahmad Sution Prayogi, 58 tahun, tak bisa mengunyah makanan selama lima hari. Sebab aparat Kodam V Brawijaya merontokkan giginya. Mutiari, 27 tahun, ketua bagian personalia PT CPS adalah satu-satunya perempuan dalam penyekapan di Kodam V Brawijaya itu. Dia dihantam kekerasan verbal. Mutiari diancam akan ditelanjangi dan disetrum.
Tujuan dari penyiksaan yang rutin itu agar satpam dan manajemen PT CPS mengaku telah merencanakan pembunuhan Marsinah. Padahal aparat Kodam V Brawijaya-lah yang membuat skenario palsu strategi perencanaan dan eksekusi pembunuhan Marsinah itu. Pada 21 Oktober 1993, aparat Kodam V Brawijaya menyerahkan mereka ke Polda Jatim. Siksaan verbal maupun fisik juga mereka rasakan di Polda Jatim, meski dengan intensitas yang lebih rendah. Proses persidangan para tersangka yang penuh kejanggalan tidak membuat mereka terbebas dari dakwaan. Mereka diputus bersalah dan divonis penjara oleh Pengadilan Negeri Surabaya, kecuali Yudi Susanto yang dibebaskan hakim Pengadilan Tinggi Surabaya. Jaksa Penuntut Umum yang menolak putusan bebas terhadap Yudi Susanto kemudian mengajukan permohonan kasasi ke MA, permohonan kasasi juga diajukan delapan terdakwa lainnya.
"HINGGA KINI MARSINAH ADA DI MANA-MANA, DIA MENYELINAP DI BERBAGAI PRODUK PAYUNG HUKUM BAGI HAK BURUH". PERJUANGAN BURUH SAAT INI HANYA CATATAN KAKI BAGI PERJUANGAN MARSINAH, SISANYA, KITA YANG BERHURA-HURA DI BAWAH BAYANG-BAYANG ROMANTISME KEHEROIKAN MARSINAH HINGGA KINI KITA BELUM TERLALU PEDULI APAKAH ADA SERIKAT BURUH DALAM PERUSAHAAN. KITA BELUM SERIUS MEMAHAMI BAHWA SERIKAT ADALAH TEMPAT SALING BERBAGI KEKUATAN DAN MENUMBUHKAN KEPEKAAN TERHADAP MASALAH REKAN TERDEKAT, DIAM- DIAM, HINGGA KINI, REPRESI TETAP MENJADI ALAT BAGI SIAPA SAJA YANG BERKUASA, MASALAH BURUH TAK PERNAH JAUH DARI 12 TUNTUTAN YANG DICANANGKAN MARSINAH DAN KAWAN-KAWAN. KITA HIDUP DI SEBUAH NEGARA DENGAN WARISAN TINGKAH YANG BRUTAL"