“Kita sama, tak ada bedanya.Kalau aku wanita, memangnya kenapa?”
Hari perempuan internasional dirayakan di seluruh penjuru dunia. Hari untuk mengakui pencapaian perempuan dan ajakan untuk bertindak dan mendorong semua orang untuk menonjolkan hak-hak perempuan dan kesetaraan gender. Kesetaraan gender berarti apa pun jenis kelamin anda, Anda diberikan hak dan akses yang sama untuk setiap peluang yang ada.
Beberapa orang mungkin berpikir mengapa hari ini begitu penting?
Sepanjang sejarah perempuan harus berjuang untuk kebebasan Hak yang kita nikmati hari ini. Bertahun-tahun yang lalu wanita tidak bisa memilih, berdiri di pemerintahan, menerima perawatan medis yang professional, mendapatkan pendidikan yang layak, berjuang untuk memiliki keinginan mereka sendiri, mengakses dukungan hukum, serta mendapatkan pekerjaan ataupun bayaran yang sama seperti pria. Bertahun-tahun yang lalu wanita hidup di dunia yang sangat berbeda, dengan apa yang kita ketahui sekarang. Bagaimana hal-hal berubah, dan semua ini terjadi bukan hanya dengan menjentikkan jari. Butuh perjuangan, perjalanan panjang yang membuahkan sebuah pengharapan besar bagi kaum perempuan.
Tanggal 8 Maret dicatatkan sebagai hari besar perempuan seluruh dunia yang diprakarsai oleh peristiwa demo besar-besaran yang dilakukan oleh 15.000 perempuan demi menyuarakan hak tentang peningkatan standar upah dan pemangkasan jam kerja di New York pada tanggal 28 Februari 1908. Dimana kasus ini diinisiasi oleh kaum perempuan sehingga dari peristiwa ini memicu terjadinya peristiwa Revolusi Rusia. Oleh karena itu pada tahun 1977 hari besar ini diresmikan langsung oleh PBB sebagai perayaan yang terjadi setiap tahunan demi menjalankan suatu langkah besar dalam memprakarsai pergerakan hak-hak perempuan terhadap budaya yang menganggap derajat dan kemampuan perempuan selalu berada dibawah laki-laki.
Sayangnya, ternyata masih banyak perempuan yang terjebak pada perasaan rendah diri, masih banyak perempuan yang takut dan kurang percaya diri akan dirinya sendiri, selain karena faktor internal dalam diri ternyata terdapat persoalan budaya patriarki yang belum usai menghantui. Belum lagi streotip yang seakan-akan perempuan diciptakan untuk selalu tampil sempurna. Pertanyaannya, apakah perempuan memang harus lengkap segalanya?
Budaya Patriarki, belengu utama kaum perempuan yang menjadi normalisasi.
Budaya patriarki adalah budaya di mana perilaku dan kedudukan mengutamakan sosok laki-laki daripada perempuan dalam masyarakat atau kelompok sosial tertentu. Patriarki disebut sebagai budaya sebab diwariskan dari generasi ke generasi tanpa disadari. Kemudian secara sistemik diperkuat oleh mekanisme atau lembaga yang memperkuat penindasan terhadap perempuan. Hingga pada akhirnya meluas ke pengendalian pikiran, seksualitas, termasuk spiritualitas.
Budaya patriarki merupakan salah satu penyebab terjadinya kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Berdasarkan laporan Komnas Perempuan terjadi kekerasan dalam rumah tangga yang dialami perempuan selama 5 tahun terakhir sejumlah 36.356 kasus. Mengutip tulisan berjudul Menyorot Budaya Patriarki di Indonesia yang diterbitkan dalam Social Work Journal Volume 7, tingginya kasus pelecehan seksual, angka pernikahan dini, dan stigma yang melemahkan posisi perempuan dalam perceraian juga dipengaruhi oleh budaya patriarki.
Budaya patriarki juga terjadi dalam bidang-bidang lainnya, misal dalam bidang politik dan pembangunan. Budaya ini masih melekat dalam kehidupan berpolitik di masyarakat, dimana selalu mengutamakan dan memposisikan kaum laki-laki paling atas jika dibandingakan dengan kaum perempuan. Dari hal inilah perempuan merasa kurang percaya diri untuk berkiprah atau maju dalam panggung politik.
Streotip Perempuan Sempurna: Kita hidup dalam realita, bukan kisah fiksi belaka.
Dituntut untuk menjadi, istri, ibu, guru, dan seseorang yang harus mengurus kebutuhannya sendiri. Dituntut untuk bisa ini itu, mengurus anak, mengurus suami, mengurus rumah dan pekerjaan mereka sendiri. Apakah kita harus sempurna, lengkap segalanya? Pesona perempuan bukan soal kesempurnaan, tapi pengaruh yang mereka berikan.
Mengapa perempuan harus selalu merasa takut? Pertanyaan yang selalu melekat adalah “Haruskah perempuan selalu hidup dalam ketakutan?”. Tentu saja jawabannya adalah tidak. Seorang perempuan berhak untuk hidup atas pilihan hidupnya sendiri. Berhak untuk hidup dalam kenyamanan. Perempuan harus berani untuk hidup tanpa rasa takut. Perempuan berhak untuk hidup dan menerima rasa aman dan nyaman dari lingkungan sekitarnya. Perempuan berhak mendapatkan kesetaraan. Perempuan juga berhak untuk hidup di dunia yang bebas dari bias, stereotip, dan diskriminasi. Untuk setiap perempuan yang membaca ini, tetaplah berambisi, percaya diri, dan tunjukkan bahwa kalian juga bisa mencapai setiap mimpi. Karena pengaruh perempuan adalah pengaruh yang sangat diperhitungan disetiap lini.
Kementrian Politik, Hukum dan HAM.