Malang, 20/09/2023 – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (BEM-UMM) melalui Kementerian Politik, Hukum, dan HAM (Kemenpolhukam) bersama BEM Malang Raya sukses menyelenggarakan Diskusi Publik mengenai September Hitam yang membahas tentang Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Ruang Terbuka Hijau, dan Kebebasan Akademik. Kegiatan ini dilaksanakan di Kontainer Cafe UMM yang dihadiri lebih dari 50 orang dari berbagai universitas dan fakultas dan 4 pemateri yang berkecimpung dalam dunia Pendidikan dan Hukum.
Abi Naga Parawansa selaku Koordinator BEM Malang Raya dalam sambutannya menyampaikan tentang mahasiswa bisa menjadi representasi mahasiswa dalam ekalasi gerakan yang masif.
Dr. Dhia Al-Uyun, S.H., M.H seorang Akademisi Hukum Universitas Brawijaya yang menjadi pemateri pertama berbicara mengenai pelanggaran HAM berat dan kebebasan akademik. Pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia masih terjadi dan banyak pelanggaran HAM yang belum dikategorikan sebagai pelanggaran HAM Berat antara lain kasus pembunuhan Munir dan Tragedi Kanjuruhan. Selain itu, beliau merasa bahwa penegakan hukum di Indonesia belum maksimal, sebagai contoh yaitu orang-orang yang terlibat dalam pelanggaran HAM belum berada di balik jeruji. Hal tersebut sebagai cobaan bagi kita mahasiswa untuk terus mendorong KomnasHAM untuk terus mengungkapkan kebenaran, “Kedaulatan ada di tangan Rakyat” ucapnya. Beliau juga menyinggung tentang permasalahan yang ada di lingkungan akademik. Masih banyak mahasiswa yang takut untuk berorganisasi dan bersosialisasi dengan alasan akan berpengaruh buruk terhadap nilai di perkuliahan. Mahasiswa seharusnya memiliki potensi militansi yang didasari dari organisasi dan sosialisasi. Sebagai seorang akademisi harus memiliki keberanian untuk mengkritisi hal-hal yang janggal dan salah di negara dan/atau pemerintahan ini.
Penyampaian materi selanjutnya disampaikan oleh Dermawan Tandengan Kepala Bidang Advokasi dan Jaring LBH Pos Malang yang sering disapa Bang Wawan. Beliau mengatakan negara ini sedang tidak baik-baik saja. Alasan bulan September menjadi September Hitam adalah terlalu banyak pelanggaran HAM yang terjadi di masa lalu hingga kini di Indonesia. Salah satunya Tragedi Kanjuruhan, jika dilihat dari rangkaian peristiwa tragedi ini dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM berat, selain itu tragedi tersebut dicurigai ada struktur komando lalu hal ini juga dilakukan oleh aparat negara. Kasus ini meliputi Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa pelanggaran ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Kemudian materi berikutnya mengenai bidang lingkungan, yaitu Ruang Terbuka Hijau. Ruang Terbuka Hijau yang disampaikan oleh Ahmad Adi Susilo selaku Koordinator Malang Corruption Watch yang mana menerangkan bahwa suatu daerah harus mencukupi 30% dari luas wilayah daerah. Masalah ini juga mencakup Hak Asasi Manusia, salah satu contohnya adalah orang miskin yang ditekankan untuk “mengikat perutnya sekencang-kencangnya” untuk berada pada pengelolaan sampah di daerah Batu. Tak hanya itu saja, adapun dua Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang merupakan pembuangan sampah dari industri maupun Rumah Tangga. Begitu juga salah satu TPA yang telah ditutup sehingga mengakibatkan banyak orang yang membuang
sampah sembarangan.
Dengan adanya pelanggaran HAM yang harusnya ditegakkan, tetapi nyatanya pejabat birokrasi negara tidak bisa bekerja sama dan birokrat lainnya di Indonesia yang terbayang-bayang akan kekuatan politiknya. Menurutnya, Sumber Daya Alam di Indonesia sangat melimpah yang membuat potensi ekonomi meningkat dan menimbulkan perilaku konsumtif sehingga terdapat ekspansi dan mengakibatkan akumulasi pengemis di Indonesia juga terus meningkat.
Materi terakhir disampaikan oleh Yogi Syahputra Al Idrus selaku Presiden Mahasiswa BEM-UMM Periode 2023/2024 mengenai ketiga topik yang dibawa. Pertama adalah mengenai pelanggaran HAM Nasional khususnya di Malang yaitu Kanjuruhan. Kedua yakni Ruang Terbuka Hijau yang di mana menurut UUD bahwa setiap orang berhak untuk hidup sehat.
"... di Malang sendiri, masyarakat Malang belum mendapatkan hak-haknya untuk hidup sehat. Mengapa demikian?Jika dilihat realitasnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diberikan untuk
RTH tidak sesuai dengan Pembangunan yang terlihat di Malang. Hal tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu pelanggaran HAM." Ujarnya.
Lalu topik ketiga adalah tentang kebebasan akademik, ia menyebutkan Pasal 31 yang tidak sesuai kenyataannya. Pemerataan personalan Pendidikan di Indonesia maupun di Malang belum merata.
Diskusi ini memberikan wadah untuk mahasiswa dan masyarakat umum untuk memahami isu-isu yang relevan dalam konteks Pelanggaran HAM, RTH, dan Kebebasan Akademik di Indonesia. Selain itu, acara ini juga mengajak mahasiswa untuk berperan aktif dalam perubahan sosial dan pemantauan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di masyarakat. Semoga acara seperti ini dapat mendorong kesadaran dan tindakan positif dalam memperjuangkan hak-hak dan nilai-nilai demokratis di Indonesia.