Malang, 25/04/2024 – Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (BEM UMM) melalui Kementerian Politik, Hukum dan HAM (KEMENPOLHUKAM) berhasil menyelenggarakan Seminar Nasional 2024 yang berjudul kegiatan Bincang Polhukam dengan mengusung tema “Optimalisasi Perlindungan Hak Asasi Manusia: Perak Aktivis, Akademisi, dan Pemerintah”. Kegiatan ini dilakukan di Aula BAU Universitas Muhammadiyah Malang dimulai pukul 08.00 sampai 12.00 WIB dan dihadiri oleh kurang lebih 200 peserta.
Kegiatan Bincang Polhukam disambut meriah dengan menampilkan tarian Gandrung yang berasal dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur dan dihadiri oleh Bapak Yudi Suharsono, S.Psi., M.Si selaku Kepala Biro Administrasi Kemahasiswaan dan Alumni UMM dan Bapak Agus Santoso selaku Kepala Bagian Penalaran dan Al Islam Kemuhammadiyahan di Bidang Kemahasiswaan. Tak hanya itu, tentunya Bincang Polhukam juga menghadirkan narasumber-narasumber sebagai aktivis dan akademisi yang ahli dalam bidangnya, diantaranya Syahrun Neezar Ghazali Ziad selaku Aktivis Mahasiswa UMM, Ibu Cekli Setya Pratiwi, S.H., LL.M., M.CL., PH.d selaku Akademisi HAM, dan Bapak Beka Ulung Hapsara selaku Komisioner Komnas HAM (2017-2022).
Syahrun Neezar membahas Hak Asasi Manusia dari perspektif seorang aktivis, menyoroti bahwa konsep HAM telah ada sebelum istilah "HAM" itu sendiri digunakan. Pada era 1960-an, filusuf Inggris, John, mengemukakan bahwa setiap individu memiliki hak-hak inheren. Perubahan signifikan terjadi pada tahun 1970-an hingga 1980-an, khususnya di Amerika dan Prancis, setelah berbagai revolusi pasca Perang Dunia II. Pada tahun 1948, PBB meresmikan Deklarasi Universal HAM, yang mencerminkan ide dan semangat yang muncul di negara-negara seperti Amerika, Prancis, dan Inggris. Deklarasi ini menjadi landasan penting bagi penegakan HAM hingga saat ini.
Ia juga membagikan beberapa prinsip Hak Asasi Manusia yaitu, Bersifat Universal, berasal darimana pasti memiliki HAM, Non-diskriminasi, orang yang berkulit hitam putih keriting memiliki HAM, maka dari itu di tahun 1999, UU No. 39, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada diri manusia atas pemberian Tuhan YME, dan merupakan Anugerah-Nya yang wajib untuk dijunjung tinggi, dihormati, dan dijaga. Kemudian definisi yang idealis dari prinsip-prinsip tersebut menggambarkan seorang politik tidak dapat menggunakan tindakan represif terhadap masyarakat, termasuk kekerasan fisik seperti tidak bisa meninju teman, pembunuhan, namun sayangnya kasus semacam itu masih terjadi hingga saat ini.
Meskipun UU No. 39 dan UU No. 26 tentang pengadilan HAM telah mengatur hal tersebut dengan tegas, pertanyaannya tetap mengapa masih terjadi. Ketika berbicara soal hak maka membicarakan masalah kebebasan. Program HAM artinya kebebasan seseorang dibatasi oleh kebebasasn orang lain. Seperti pemateri mengatakan memiliki hak dengan kebebasan tidak dibatasi bisa memukul orang lain namun orang lain memiliki hak untuk tidak dipukul. Ia juga mengatakan bahwasannya pelanggaran HAM itu terbagi menjadi 2, yakni pelanggaran berat dan pelanggaran ringan.
“Konsepsi Hak Asasi Manusia itu dimaknai sebagai hak yang dimiliki manusia karena hak dan martabatnya sebagai manusia, bukan pemberian dari negara atau kesaksian negara, bukan juga warisan dari orang tua tapi sederhananya kita semua manusia maka kita memiliki hak asasi manusia karena itu dimiliki oleh tiap individu.” Ucap Ibu Cekli Setya Pratiwi selaku Akademisi HAM.
Seminar ini berfungsi sebagai sarana untuk memberikan kesempatan yang besar agar pemahaman tentang Hak Asasi Manusia tidak hanya terbatas di lingkungan Fakultas Hukum. Dia menekankan perlunya kolaborasi setiap tahun untuk mengadakan pelatihan yang tidak hanya mencakup pengkaderan tetapi juga pemahaman mendalam tentang Hak Asasi Manusia. Program semacam itu dapat dijadwalkan secara rutin bagi mahasiswa UMM untuk meningkatkan kesadaran mereka akan Hak Asasi Manusia.
“… Perguruan tinggi menyelenggarakan salah satu tugas negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, hak atas pendidikan itu termasuk di dalamnya adalah tanggung jawab negara, seperti yang dimaksud Pasal 28I Ayat 4, tentang tanggungjawab, jadi pemajuan, perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab negara. tetapi karena perguruan tinggi atau institusi perguruan tinggi menjalankan salah satu tugasnya yakni mencerdaskan kehidupan bangsa maka ia juga ikut bertanggung jawab terhadap setidak-tidaknya penghormatan dan pemajuan Hak Asasi Manusia sehingga kontribusi pendidikan tinggi civitas akademika itu menjadi sangat penting.” Imbuhnya.
Apabila membahas tentang hak atas pendidikan, itu tidak hanya berkaitan dengan bagaimana penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi pendidikan juga mempengaruhi pemenuhan hak-hak yang lainnya, karena karakter dari Hak Asasi Manusia yaitu prinsip universalitas dan non-diskriminasi, adapun prinsip lain bersifat interrated interdependensi, jadi pemenuhan hak yang satu akan menyebabkan pemenuhan hak yang lainnya, tetapi pelanggaran hak yang satu juga menyebabkan pelanggaran hak-hak yang lainnya. Oleh karena itu, jikalau penyelenggaraan pendidikan tidak berhasil atau tidak dilaksanakan dengan serius oleh penyelenggara pendidikan, maka dari itu akan mengakibatkan hak-hak yang lain juga tidak akan terpenuhi.
“Dengan adanya Seminar Bincang Polhukam ini saya merasa tersadarkan tentang bagaimana pentingnya perlindungan Hak Asasi Manusia. Namun, saya merasa waktu seminar terlalu singkat, menyebabkan banyak topik penting yang tidak bisa dibahas. Karena itu, saya berharap kedepannya ada lebih banyak seminar yang mengangkat isu Hak Asasi Manusia secara lebih luas,” ucap Clara selaku Dirjen Kastrat Kementerian Politik, Hukum dan HAM.
Adapun kesan dan pesan yang disampaikan oleh salah satu audien yang mengikuti seminar ini "Sebagai mahasiswa, acara ini membuka mata kami akan pentingnya kerjasama antara aktivis, akademisi, dan pemerintah dalam optimalisasi perlindungan Hak Asasi Manusia. Kami menyadari bahwa perlindungan HAM bukanlah tugas yang mudah, namun dengan kolaborasi yang kuat dan komitmen yang kokoh dari semua pihak, kami yakin bahwa progres nyata dapat dicapai. Kami merasa terinspirasi untuk turut serta dalam memperjuangkan HAM, baik melalui riset, advokasi, maupun aksi nyata di lapangan. Semoga acara ini menjadi titik awal bagi perubahan yang lebih baik dalam mewujudkan perlindungan HAM yang lebih optimal di Indonesia." Ujarnya.