Kebebasan berpendapat di negara Indonesia memang dijamin dan tetap harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Namun, seringkali pada kenyataannya hal itu terkadang menjadi sebuah tanda tanya yang besar bagi masyarakat, bagaimana bisa terjadi sebuah peraturan yang sudah dibuat sedemikian rupa baiknya, namun tindakan-tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknum aparat tetap terjadi dan terus berulang, seakan-akan hukum yang ada hanyalah sebuah Law of Book. Sebuah peraturan dibuat untuk membatasi dan mengatur antara hak dan kewajiban agar tercipta sebuah sinkronisasi dan tidak terjadi ketimpangan antara keduanya. Penyampaian pendapat terdapat beberapa cara, salah satunya adalah demonstrasi.
Dalam hal ini juga yang kian membuat rasa kekecewaan yang semakin meingkat dimana negara demokrasi sendiri pada umumnya disebut juga sebagai rule bye the people. Yang artinya menurut Abraham Lincoln merupakan pemerintah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini rakyat sebagai mayoritas mempunyai suara untuk menentukan dalam proses sebuah perumusan kebijakan pemerintah melalui jalur-jalur yang tersedia. Dan disini ketika rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara demokrasi, juga bila pemerintah telah mendapat mandat dari rakyat untuk memimpin penyelenggaraan negara, artinya pemerintah tersebut sah. Dan dalam sistem domokrasi disini posisi rakyat sama tingginya dihadapan hukum dan pemerintahan. Rakyat memeiliki kedaulatan yang sama dan memiliki kesempatan yang sama memilih ataupun dipilih. Dan masih menelisik soal demokrasi, demokrasi hari ini dinilai belum mampu berwujud sempurna dengan puncaknya melahirkan negara yang demokratis. Dimana hal dapat dilihat dari banyak bermunculan aksi represifitas yang masih sering terjadi pada saat adanya penyuaraan-penyuaraan aspirasi oleh masyarakat.
Apatisme aparat dalam mengedepankan nilai-nilai humanisme pada dasarnya telah mencedarai Peraturan Kapolri No. 16 tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, serta No. 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Implementasi prinsip Hak Asasi Manusia bagaimana yang menunjukkan aksi smackdown ala WWE dalam mengamankan massa aksi di Tangerang beberapa hari yang lalu? Sepanjang bergulirnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo khususnya pada periode kedua, begitu banyak catatan-catatan terkait tindak kriminal atau represifitas yang dilakukan oleh aparat keamanan kepada masyarakat. Masyarakat dalam hal ini khususya ialah massa aksi demonstrasi yang di dalamnya mencakup kaum buruh, pedagang, aktivis, LSM, mahasiswa dan lain sebagaianya.
Baru-baru ini tengah ramai di perbincangkan bagaimana kekerasan aparat penegak hukum kepada mahasiswa yang sedang menyuarakan pendapatnya pada HUT Kabupaten Tangerang, yang mana pada saat itu situasi sedang memanas kemudian terjadi kejar mengejar antara pihak aparat dan juga mahasiswa dan pada saat itulah mahasiswa tersebut ditangkap kemudian langsung dibanting oleh pihak aparat kepolisian. Dan konfirmasi oleh pihak Polresta Tangerang saat ini telah dilakukan pemeriksaan. Dan menurut kepolisian tindakan tersebut bersifat refleks dan tidak ada tujuan untuk melukai yang bersangkutan.
Dan kejanggalan yang terjadi pada peristiwa itu adalah ketika konfrensi pers yang dilakukan pihak kepolisian menyatakan bahwasannya mahasiswa itu baik-baik saja dan tidak mengalami luka apapun. Keesokan harinya mahasiswa tersebut dilaporkan masuk rumah sakit dengan kondisi tubuhnya memburuk ia mengaku bahwasannya seluruh tubuhnya terasa sakit semua dan sempat mengalami muntah-muntah (cnnindoneisa). Dalam foto yang terakhir yang tersebar di media foto tersebut menggambarkan tangan kanan mahasiswa tersebut nampak memegangi lehernya dan tangan kiri diinfus. Miris rasanya melihat hal tersebut, perbedaan antara konfrensi pers yang dilakukan pihak aparat dan juga apa fakta yang terjadi sebenarnya.
Jika diingat-ingat, ngeri rasanya melihat bagaimana seorang mahasiswa di smackdown oleh oknum aparat kepolisian pada demo di Tengerang beberapa waktu lalu. Tindakan tidak terpuji tersebut bukanlah suatu hal sepele sebab ini dapat mengancam nilai luhur dari makna demokratis dalam negara demokrasi. Pertunjukan tersebut adalah ancaman nyata bagi kebebesan dalam bernegara. Jika melihat akan ada kemungkinan kejadian seperti itu dalam proses aksi, tentu akan membuat gentar masyarakat dalam menyuarakan hak dalam menuntut keadilannya kepada negara. Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi " "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang". Hal tersebut padahal sudah termaktub dalam konstitusi negara Indonesia. Akan tetapi seolah kontradiksi dengan apa yang terjadi di kehidupan nyata negara Indonesia hari ini.
Pada intinya, masyarakat hari ini mengecam keras adanya tindak kekerasan dalam proses pengamanan demonstrasi. Pemerintah hari mengkaji kembali tata cara pengamanan.