76 Tahun Indonesia Merdeka: Mantan Napi Kok Bisa Jadi Petinggi Negeri ?

Rabu, 18 Agustus 2021 07:51 WIB   Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Beberapa waktu yang lalu kita sempat dihebohkan dengan beredarnya informasi mengenai mantan napi Koruptor Emir Moeis yang diangkat menjadi komisaris dari anak perusahaan BUMN yakni PT. Pupuk Iskandar Muda. Informasi ini dibenarkan dengan adanya nama dan foto Emir Moeis yang terpampang di laman resmi Pupuk Iskandar Muda. Dari informasi tersebut menjelaskan, bahwa Emir Moeis telah resmi menjabat sebagai komisaris perusahaan sejak 18 Februari 2021 lalu.

Emir Moeis merupakan mantan Bendahara Umum PDI Perjuangan. Ia juga sempat menjabat anggota DPR RI selama tiga periode. Emir Moeis dijatuhi hukumanhanyatiga tahun penjara dan denda Rp150 juta oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) terkait kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) TarahandiLampung Selatan.

Emir Moeis terbukti melakukan korupsi dengan menerima suap sebesar 423 ribu dolar supaya konsorsium Alstom Inc., Marubeni Corporation (Jepang)dan PT Alstom Energy System (Indonesia) memenangkan proyek pembangunan 6 bagian Pembangkit Listrik Tenaga Uap 1.000 megawatt di Tarahan. Disebutkan, dirinya menerima suap lebih dari 300.000 dolar Amerika ketika menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi VIII DPR pada tahun 2000-2003 silam.

Melalui Presiden Pacific Resources Inc. Pirooz Muhammad Sarafi. Emir dianggap melanggar Pasal 11 Undang-Undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001. Penerimaan uang tersebut dilakukan dengan cara membuat perjanjian kerjasama batubara antara Pirooz Muhammad Sarafi dengan PT. Artha Nusantara Utama (PT. ANU) yang dimiliki oleh anak Emir Moeis.

Vonis terhadap Emir saat itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK, yakni empat tahun enam bulan penjara. JPU juga menuntut Emir dengan membayar denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan penjara. Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF Abra Talattov menyebut Menteri BUMN, Erick Thohir telah inkosistensi dengan menunjuk eks koruptor Emir Moeis sebagai Komisaris anak usaha BUMN. Penunjukan ex koruptor ini membuktikan bahwa terjadinya inkonsisten dari Menteri BUMN,Erick Tohir yang telah menggembor-gemborkan Visi AKHLAK (Amanah, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, dan Kolaboratif) pada BUMN. Dengan penunjukkan eks koruptor sebagai komisaris initelah membuka mata publik dalam melihat tata kelola BUMN yang pastinya ada tendensi kepentingan politikdidalamnya.

Merujuk pada peraturan yang terdapat padaPeraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2012 Pasal 4, disebutkan ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi anggota dewan komisaris. Salah satu syarat formal anggota dewan komisaris adalah Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan.Selain itu anggota dewan komisaris juga harus memenuhi syarat materiil yaitu memiliki integritas dan moral yang berarti tidak pernah terlibatdalam Perbuatan rekayasa dan praktik-praktik menyimpang dalam pengurusan perusahaan atau lembaga sebelum pencalonan (berbuat tidak jujur), Perbuatan cedera janji yang dapat dikategorikan tidak memenuhi komitmen yang telah disepakati dengan perusahan tempat bekerja sebelumnya, Perbuatan yang dikategorikan dapat memberikan keuntungan secara melawan hukum kepada yang bersangkutan atau pihak lain sebelum pencalonan, serta Perbuatan yang dikategorikan sebagai pelanggaran terhadap ketentuan yang berkaitan dengan prinsip-prinsip pengurusan perusahaan yang sehat.

Kemudian apabila kita melihat syarat-syarat lain yang harus dipenuhi ialah bukan pengurus partai politik, meski saat ini beliau tidak melanggar syarat bukan anggota parpol, namun menurut saya pengangkatan ini sangat bermasalah pada etika dan moral. Bagaimana mungkin bahwa mantan koruptor yang sudah jelas merugikan keuangan negara diangkat menjadi komisaris. Hal in juga jelas melanggarPeraturan Menteri BUMN Nomor: PER-03/MBU/2012 Pasal 4 poin kelima yang mana Emir Moeis pernah merugikan negara dengan tindakan korupsinya.

Seorang mantan narapidana koruptor ini bisa diangkat menjadi anggota dewan komisaris dikarenakan adanya celah dalam aturan yang sudah ditetapkan. Aturan untuk bisa mengangkat anggota dewan komisaris merujuk kepada Peraturan Menteri BUMN nomor Per-03/MBU/2012 tentang Pedoman Pengangkatan Anggota Direksi dan Anggota Dewan Komisaris Anak Perusahaan BUMN. Namun, ada sejumlah aturan yang diubah ke dalam aturan yang baru, yakni dalam Permen BUMN nomor PER-04/MBU/06/2020 yang diteken oleh Erick Thohir pada 26 Juni 2020lalu.

Emir Moeis memanfaatkan celah pasal yang berbunyi tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan dalam waktu lima tahun sebelum pencalonan. Peraturan yang membolehkan mantan narapidana korupsi untuk menjadi komisaris bila sudah 5 tahun setalah masa pidana berakhirmenjadi celah bagi mantan koruptor ini.

Jabatan menjadi komisaris sangat penting dalam perusahaan, komisaris berfungsi mengawasi kinerja perusahaan. Tugas tersebut tidaklah pas apabila diberikan kepada mantan narapidana korupsi yang pernah melanggar janji sebagai pejabat negara karena korupsi juga termasuk bagian dari mencideraivisi Eric Thohir sendiri sebagai ketua BUMN. Seharusnya Kementerian BUMN bisa mencari pejabat dengan integritas yang tidak memilikirekam jejak burukapalagi sampai merugikan negara.

Sudah jelas bahwa pengangkatan ini mengakibatkan sebagian pihak berpikir akan adanya tendensi politik di dalamnya, tapi yang jelas dengan pengangkatan eks koruptor menjadi komisaris ini telah mencederai peraturan dan kepercayaan masyarakat karena beranggapan bahwa mantan napi yang sudah merugikan negara dapat diberi posisi menguntungkansebagai petinggi negeri.Dengan adanya kasus ini bisa menjadi pelajaran bagi kita sebagai warga negara, bahwa kita harus sadar dan peduli akan politik dan hukum yang terjadi, yang kian hari kian mengiris akal sehat (Rafif Ihza dan Arifia Dean)

Shared: